Jumat, 25 Maret 2011

PRESS RELEASE KOMUNITAS AIR MATA GURU Kamis, 9 MEI 2008 Medan

Ujian Nasional untuk SMA dan SMP Tahun ajaran 2008/2009 baru saja selesai, ditengah pro dan kontra Ujian Nasional tersebut Komunitas Air Mata Guru (KAMG) menemukan adanya indikasi kecurangan dan berbagai bentuk pelanggaran POS (Prosedur Operasional Standar) yang terjadi di Sumatera Utara.
Di berbagai daerah di Sumatera Utara masih terjadi  kasus-kasus di mana Kepala sekolah dan guru-guru secara aktif membantu siswa yang sedang ujian dengan membacakan jawaban UN di depan kelas, menuliskan jawaban UN di papan tulis, membiarkan siswa bekerja sama dalam ruang ujian, membiarkan siswa mendapatkan bantuan dari luar, bahkan memperbaiki LJUN di sekolah dan pembatalkan SK guru pengawas yang mempunyai sikap tegas menolak praktek kecurangan. Kasus-kasus kecurangan yang berat terjadi antara lain di: Humbahas, P. Siantar, Binjai, Tobasa, Samosir, Deli Serdang, dan Simalungun.
Laporan ini didasarkan pada  data yang didapat dari guru-guru pengawas yang menyaksikan secara langsung kecurangan Ujian Nasional dan pelanggaran POS. Disamping itu terdapat juga data yang berasal dari investigasi dan observasi yang dilakukan Tim Komunitas Air Mata Guru yang turun disekitar lokasi pelaksanaan Ujian Nasional.
Dari data yang  terangkum kami menemukan 17 lokasi terjadinya kecurangan Ujian Nasional dan pelanggaran POS. Lokasi itu antara lain berada di Medan, yaitu: SMA Negeri 1 Medan, SMA Methodist 1, SMA Al-Fatah Medan, SMA Tri Murni, SMA Ksatria Medan, SMPN 22 Medan, SMP Parulian 3 Medan. Di Deli Serdang yaitu SMP Tunas Karya Batang Kuis. Di Pematang Siantar yaitu: SMA keluarga Siantar, SMA Mars, SMA Swasta Taman Siswa, SMA Swasta Trisakti, di Binjai yaitu: SMA Negeri 4. Di Humbang Hasundutan yaitu SMKN 2 Dolok Sanggul, SMK Trisula Dolok Sanggul. Di daerah Tobasa antara lain SMAN 1 Laguboti. Di Samosir SMKN1 Palipi.
Selain data di atas Tim Investigasi KAMG juga menemukan dibeberapa sekolah seperti SMA Negeri 1 Medan, SMP Sutomo 1 Medan, SMPN 1 Medan, SMPN 15 Medan. Sebelum UN berlangsung (antara jam 06.15 s/d 07.30) para siswa memindahkan kunci jawaban dari HP mereka ke secarik kertas kecil, dan ini terjadi di kantin luar sekolah  bahkan ada yang terjadi di dalam sekolah.
Kondisi diatas adalah potret buram dunia pendidikan kita. Di satu sisi komunitas pendidikan (Sekolah, Guru dan Siswa)  yang terlibat pelanggaran pos dan kecurangan UN sangat tidak bisa dibenarkan, disisi lain jika kita ingin jujur bersama ini adalah bentuk pemberontakan terselubung terhadap kebijakan pelaksanaan UN.
Pemberontakan ini adalah muara dari rasa frustasi dan depresi komunitas pendidikan (Sekolah, Guru dan Siswa) terhadap kebijakan UN dengan sistem single score dan high stakes examination, yang menjadikan wajib lulus adalah kemutlakan untuk mendapatkan selembar ijazah.
Laporan ini mestinya menjadi catatan pedas bagi pemerintahan SBY – JK agar bisa mengevaluasi UN yang akan bermuara kepada peniadaan UN dikemudian hari. UN ini haruslah juga menjadi uji kejujuran bagi pemerintah bahwasannya UN tidak dapat dilaksanakan karena ketidaksiapan insan pendidikan Indonesia. Karna jelas, pemerintah belum memenuhi amanat undang-undang SISDIKNAS no. 20 tahun 2003 dan PP no. 19 tahun 2005, tentang  tujuh Standar Nasional Pendidikan. Dimana pemerintah belum mampu memenuhi standar pendidikan itu yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar sarana prasarana dan standar pembiayaan dan standar pengelolaan. Oleh karena itu Ujian Nasional sebagai standar penilaian pendidikan belum bisa dilaksanakan sampai standar tersebut dapat dipenuhi pemerintah.   
Pemberontakan/perlawanan terselubung atau secara diam–diam telah dilakukan komunitas pendidikan (Sekolah, Guru dan Siswa), yaitu berupa kecurangan dan pelanggaran POS yang hampir setiap tahunnya terjadi.
Jikalau pemberontakan terselubung ini tidak diindahkan revolusi adalah keniscayaan.

Atas Nama Komunitas Air Mata Guru



Januar Pasaribu, S.Pd.
Direktur Eksekutif

Tidak ada komentar: